Sabtu, 09 April 2011

Organisasi Tanpa Tulang

Organisasi merupakan kumpulan kesepakatan dari berbagai pemikiran makhluk yang bernama manusia untuk mencapai sebuah tujuan tertentu. Kelompok Kerja Guru Madrasah Ibtidaiyah baru melangkah menuju harapan baru dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia di bidang pendidikan agama yang terintegrasi bidang umum. Namun semua itu menjadi perkara yang sia-sia jika dukungan dari individu-individu yang berada didalamnya terkena osteoforosis, tak ada giroh untuk berkembang dan menuju arah lebih baik. Jika pendidikan dijadikan sebagai sumber penghidupan seseorang, maka yang akan dikorbankan adalah generasi yang seharusnya di didik, di latih dan di arahkan untuk membangun agama dan bangsanya. Akan tersia-siakan dan akan kembali menjadi masalah yang kompleks dan rumit di kemudian hari.
Organisasi tanpa tulang adalah organisasi tanpa pendanaan yang benar maka hasilnya tidaklah mengherankan. Sebab bangsa kita adalah bangsa yang sudah sulit berkorban meskipun untuk kepentingannya sendiri. Apalagi untuk orang lain dan organisasi dapat dibayangkan.
Merubah paradigma berfikir seorang guru madrasah membutuhkan ruang dan waktu yang cukup lama. Sering terdapat pemikiran-pemikiran negatif terhadap para pengelola akibat adanya ketidakadilan yang membuat pejuang madrasah menjadi kecewa. akibat kekecewaan tersebut menghasilkan kinerja yang asal-asalan.
Dana minim, gaji minim, fasilitas minim, pengakuan kurang, dukungan masyarakat seadanya dan pengurus Mapenda yang tidak profesional akan menjadi masalah yang multidimensional. Madrasah ini akan mundur dengan teratur. Sehingga hanya akan berdiri Madrasah Negeri  yang dikelola oleh pemerintah dengan Dipa dan anggaran BOS saja.
Mari selesaikan semua permasalahan yang ada dengan 3 M Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang terkecil dan Mulai saat ini.      

Selasa, 05 April 2011

Pendidikan Islam Masih Diremehkan

Hidayatullah.com--Rektor Univeristas Islam Negeri  Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof Dr Imam Suprayogo mengakui, masih ada salah pemahaman sekolah Islam dianggap lebih rendah sehingga perlu disamakan kualitasnya dengan pendidikan yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional.

Padahal tidak demikian. Sebab, banyak sekolah Islam memiliki kualitas bagus seperti Madrasah Insan Cendikia di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, dan Gorontalo, katanya pada seminar Refleksi 65 tahun Format Pendidikan Islam Pasca-UU Sisdiknas 2003 di Jakarta, Senin (27/12).

Seminar untuk memperingati Hari Amal Bakti ke-65 Kementerian Agama 2011 itu menghadirkan narasumber selain Rektor Univeristas Islam Negeri (UIN) Malang, juga KH Muhammmad Idris Jauhari, pimpinan Pondok Pesantren Al Amin Prenduan Sumenep, Madura Jawa Timur, dan beberapa tokoh Islam lainnya.

Sejak diberlakukan UU Sisdiknas 2003, pendidikan Islam mendapat pengakuan sama dengan pendidikan umum. Lulusan madrasah ibtidaiyah sama dengan lulusan sekolah dasar. Pendidikan Islam seharusnya berbeda dengan sekolah lainnya. Perbedaan itu menyangkut orientasi, kurikulum, tenaga pengajar, dan kultur yang harus dikembangkan, katanya.

Namun, katanya, tatkala pendidikan Islam itu disamakan dengan sekolah umum, bukan berarti persamaan itu dalam segala hal. Persamaan itu terkait dengan pengakuan pemerintah, yaitu siapa pun yang belajar di lembaga pendidikan Islam dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.

Namun dalam perkembangannya, menurut dia, kadang disalahpahami bahwa sekolah Islam dianggap lebih rendah. Di sisi lain banyak orang mengungkapkan, pendidikan Islam sebenarnya justru memiliki kelebihan.

Utamanya terkait dengan wawasan keagamaan. Pemahaman terhadap Alquran dan Hadist Nabi. Pengetahuan dan pengamalan dinilai sangat fundamental bagi kehidupan, bagi siswa madrasah selama ini lebih baik.  Perbedaan akan lebih terlihat dari perilaku dan karakter secara umum.

\"Kasus narkoba, perilaku seks bebas tidak ditemukan dalam lembaga pendidikan madrasah,\" kata Imam menambahkan. [ant/MI/hidayatullah.com]
Rep: Administrator
Red: Cholis Akbar